Gereja Jadi Alasan Generasi Muda Enggan Ke Gereja





HASIL penelitian dari lembaga riset Internasional BARNA, USA dan BILANGAN Riset, Indonesia sama-sama mengungkapkan minimnya peran gereja dalam membantu generasi muda saat ini mengerti lebih baik tentang Keadilan Sosial, kepedulian terhadap kemiskinan dan orang-orang yang termarjinalkan serta nilai-nilai kejujuran (Korupsi). Mirisnya, kemunafikan pemimpin gereja, dan keteladanan jadi alasan generasi muda enggan datang ke gereja.
Hal itu terungkap dalam acara “Church Leader Gathering” yang diselenggarakan oleh Wahana Visi Indonesia (WVI) di Hotel Milinium Kebon Sirih, Tanah Abang, Jakarta, Senin (10/02/2020).

Mengangkat tema: “Bringing, Shalom Across Generation”, hadir sebagai narasumber dalam acara tersebut, Daniel Copeland dari Barna Research, USA, Bambang Budijanto dari Bilangan Research Center, Indonesia, Pdt, Jacklevyn dari PGI, Romo Carolus Putranto dari Keuskupan Agung Jakarta dan Ps.Sidney Mohede dari JPCC.

Dalam paparannya, Kepala riset Barna Research, USA, Daniel Copeland mengatakan, dari hasil riset yang dilakukan hamper di seluruh Negara di dunia dengan 9 bahasa, hanya 10 persen generasi muda percaya terhadap hal yang rohani. Hal ini ia nilai karena pemimpin senior gereja gagal dalam mempersiapkan generasi muda sebagai pemimpin gereja masa depan.

“Yang kami kategorikan anak muda di sini ialah yang berusia 18 sampai 35 tahun. di Asia, khususnya Indonesia masih lebih baik yakni sekitar 50 persen masih percaya hal rohani. Anak muda ragu soal kerohanian karena melihat kemunafikan para pemimpin gereja,” kata Daniel.
Sementara, kata Daniel, 80 persen anak muda menilai gereja sedang mengalami krisis kepemimpinan. Hal itu karena para pemimpin gereja dinilai tidak dapat atau gagal dalam memberikan contoh atau teladan baik.
“Anak muda meminati persoalan tentang kemiskinan, keadilan sosial, masalah korupsi dan rasisme. Mereka bukan cuman ingin gereja yang baik tetapi melakukan perbuatan baik. Gereja dinilai lemah dalam hal kepedulian sosial,” jelasnya.

Berdasarkan hasil riset Barna, terungkap hanya 20-33 persen generasi muda di Indonesia yang merasa gereja menolong mereka memahami kemiskinan dan keadilan sosial. Selain itu, hanya 15 persen generasi muda Indonesia yang merasa terinspirasi untuk menjadi pemimpin karena keteladanan seseorang di gereja, dan hanya 9 persen yang merasa mendapatkan pelatihan kepemimpinan dari gerejanya.

“Padahal GEREJA membutuhkan mereka (anak muda) sebagai pemimpin-pemimpin masa depan dengan karakter yang baik karena punya hubungan baik dengan Tuhan. Mereka ingin menjadi kontributor bukan konsumen gereja. Jadi, libatkan mereka dalam pelayanan gereka jika tidak ingin melihat mereka tidak ada di gereja masa depan,” ungkapnya.

Selaras dengan itu, Ketua Dewan Pembina Bilangan Research Center, Bambang Budijanto, P.hD mengatakan, intervensi yang dapat dilakukan gereja untuk generasi muda dalam memperdalam spiritualitas mereka antaralain dengan membuat komunitas mereka yang kuat di gereja, kepemimpinan dari peneladanan pemimpin gereja, Pemberitaan Firman Tuhan yang relevan,
Melibatkan anak muda dalam program gereja yang inovatif dan kreatif, Memberi tantangan dan tanggungjawab bagi generasi muda serta Membangun tim kepemimpinan antar generasi.
“Riset kami (Bilangan) mengungkap bahwa tingginya minat anak muda aktif di gereja karena adanya komunitas mereka di situ bukan karena keteladanan pemimpin gerejanya. Karena di sana mereka menemukan teman yang sejati untuk saling berbagi dan membangun,” katanya.

Dipaparkan Bambang, dari hasil riset Bilangan terbaru, 1 dari 4 anak muda Kristen pernah berpikir untuk melakukan upaya bunuh diri. Mirisnya, dari hasil survey, lebih banyak minat bunuh diri generasi muda Kristen ditemukan di sekolah-sekolah Kristen daripada di sekolah negeri.
“Alasan utama mereka kebanyakan karena konflik rumah tangga. Sementara, pemimpin gereja atau Kristen mereka nilai tidak dapat dijadikan contoh atau teladan. Menurut mereka banyak pemimpin gereja gagal dalam bersikap, tidak bisa dijadikan teladan,” jelasnya.

Maraknya korupsi di gereja dan gereja dijadikan sebagai industri bisnis menjadi perhatian generasi muda yang membuat mereka tidak percaya hal spiritual dan gereja.
“Gereja yang baik tidak cukup bagi mereka (anak muda). Mereka ingin melihat gereja melakukan hal-hal baik, khususnya soal keadilan sosial, kemiskinan dan korupsi,” ungkapnya.

Dalam acara tersebut terungkap kegelisahan generasi muda terhadap gereja dan para pemimpinnya saat ini yang dinilai lebih mementingankan diri sendiri. Banyak gereja berubah fungsi menjadi industri bisnis karena minim, bahkan tidak ada fungsi Diakonia (Tri Tugas Panggilan Gereja). Bukan cuman itu, maraknya korupsi dan kolusi di gereja juga menjadi batu sandungan bagi anak muda untuk datang ke geraja.

“Pandai bicara rohani di atas mimbar tetapi kelakuan hidupnya sehari-hari tidak bisa dijadikan teladan. Banyak pendeta pada praktiknya menjadi ‘Hamba Uang’, cinta uang dan tidak peduli kepada orang miskin dan susah. belum lagi soal rebutan jemaat. Ini yang disebut kemunafikan pemimpin gereja,” keluh Pontas, salah seorang peserta diskusi. (ARP)




Source : Jakarta, majalahspektrum.com –

Post a Comment

Previous Post Next Post